Semburan Lidah Api Matahari Sampai ke Bumi


Pada tanggal 19 Januari 2012 yang lalu terjadi semburan lidah api raksasa mengarah pada bumi Semburan itu melontarkan gelombang plasma yang memicu munculnya aurora atau cahaya indah di kawasan langit utara saat partikel tersebut tiba dengan bagian atas atmosfer Bumi.

Sejumlah teleskop ruang angkasa termasuk Solar Dynamics Observatory (SDO) dan Solar Heliospheric Observatory (SOHO) milik NASA berhasil membuat foto dan merekam video letusan Matahari tersebut.

Letusan Matahari itu muncul dari sebuah kelompok bintik Matahari aktif yang disebut dengan Region 1401. Dan pada letusan kali ini, tak hanya satu lidah api yang muncul. Satu solar hotspot lain, yang disebut dengan Region 1402, juga melontarkan lidah api. Namun letusan lidah api ini masih termasuk dalam kategori jarang mengengah sehingga tidak memberi ancaman pada planet yang kita cinta ini.

Matahari sendiri kini tengah berada di tengah fase aktif dalam siklus 11 tahunannya. Menurut NASA, siklus badai Matahari yang saat ini terjadi, disebut dengan Solar Cylce 24, kemungkinan akan sampai puncaknya di tahun 2013 ini
Senin, 07 Oktober 2013
Posted by Unknown

Hujan Meteor Kembali Terjadi

Baru-baru ini terjadi fenomena fisika yang menarik untuk diketahui yaitu tentang hujan meteor yang terjadi 7 Oktober 2013 di negara paman sam atau kita ketahui sebagai Amerika Serikat
Astronom mengatakan, ada kesempatan besar bahwa meteor ini masih bisa terlihat pada 8 Oktober 2013. Meteor ini diharapkan akan menampakan diri di langit Kanada, Eropa dan Asia Utara. Namun kita ingat bawah pada tanggal 15 Februari 2013, di mana meteor sempat meluncur di langit Rusia dan mencederai ribuan penduduk setempat. Membuat luka-luka, sebab meteor tersebut meledak dan mengeluarkan gelombang kejut yang menghempaskan serpihan kaca bangunan.

Belum diketahui apakah hujan meteor ini akan berbahaya. Namun, seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya, umumnya tidak ditemukan kabar yang menyebut hujan meteor bisa mengancam nyawa makhluk hidup Bumi. Bila dibandingkan dengan hujan meteor lain, Draconid dinilai bukan hujan meteor yang mengesankan. Astronom mengatakan, hujan meteor ini kabarnya bisa terlihat setiap jam pada malam 7 Oktober 2013. Sementara keesokan harinya, penampakan hujan meteor ini perlahan berkurang. Hujan meteor ini diprediksi terlihat di malam hari sebelum matahari terbenam dan bukan terlihat sebelum fajar. Draconid diambil dari nama konstelasi Draco the Dragon.

Hujan meteor terjadi ketika orbit Bumi melintasi komet bernama Giacobini-Zinner. Dengan demikian, meteor Draconid sesungguhnya adalah puing-puing yang ditinggalkan oleh komet ini yang memasuki atmosfer Bumi, memanas dan terbakar. Sehingga umumnya, puing-puing tersebut memiliki ukuran diameter kecil dan saat terbakar di angkasa, menghasilkan kilatan cahaya khas.

Sumber: http://techno.okezone.com
Posted by Unknown

Api Dingin di Luar Angkasa


Baru-baru ini dilakukan suatu percobaan untuk  menganalisis api di luar angkasa. Mereka berupaya mengungkap bagaimana dan mengapa api bisa terbentuk menjadi bulatan-bulatan kecil. Ribuan reaksi kimia berlangsung secara bersamaan yang melibatkan elemen api. Molekul hidrokarbon dari sumbu dapat menguap dan pecah-pecah terpisah oleh panas.

Peneliti mengombinasikan proses menguapnya hidrokarbon tersebut dengan oksigen untuk menciptakan cahaya, panas, karbondioksida dan air. Terlihat bentuk mirip tetesan air mata yang merupakan api, sebagai efek buoyancy (gaya apung) yang terjadi ketika udara panas naik dan menarik udara sejuk.

Api tersebut terlihat berkedip. Namun, di ruang tanpa gravitasi, proses pembakaran dari api akan berbeda, di mana api tersebut membentuk bola-bola kecil.

Menurut Dan Dietrich, ilmuwan NASA Glenn Research Center. dia mengatakan bahwa dalam ruang difusi molekular, terjadi proses menarik oksigen ke api dan produksi pembakaran dari api berada di tingkat 100 kali lipat lebih lambat dari aliran 'apung' di Bumi,

Astronot di stasiun luar angkasa ini merekam segala sesuatu dari pengapian hingga memadamkan api tersebut. Astronot merekam menggunakan kamera yang ditempatkan di Combustion Integrated Rack (CIR) NASA. Percobaan 'memainkan' api ini dikenal dengan nama Flame Extinguishment Experiment atau FLEX.

Astronot melakukan percobaan api tersebut untuk memahami bagaimana memadamkan api di lingkungan mikrogravitasi. Sebab, mereka menemukan adanya tetesan kecil yang merupakan pembakaran di dalam ruang bakar FLEX.  Dari hal itu diketahui bahwa api tidak benar-benar hilang, namun api di luar angkasa ini menjadi 'api dingin' (berwarna kebiruan) yang bisa membakar pada suhu relatif lebih rendah. Api tersebut bersuhu sekira 500-800 Kelvin, ketimbang api pada umumnya yang bersuhu 1500 dan 2000 Kelvin.

Pengamatan Sepasang Bintang Langka Hasilkan Jarak yang Lebih Akurat ke Galaksi Terdekat


                                              Bintang-bintang tersebut telah dipelajari dengan sangat teliti dan menghasilkan nilai jarak yang jauh lebih akurat -- akurasi hingga sekitar 2%.Setelah melakukan pengamatan cermat selama hampir satu dekade, tim astronom internasional mengukur jarak ke galaksi tetangga kita, Large Magellanic Cloud, dengan hasil lebih akurat daripada sebelumnya. Pengukuran baru ini juga menambah pengetahuan kita tentang laju ekspansi alam semesta – Konstan Hubble – sekaligus menjadi langkah penting ke arah pemahaman sifat alam kemisteriusan energi gelap yang menyebabkan percepatan ekspansi. Tim riset menggunakan teleskop ESO di Observatorium La Silla, Chile, serta telekop-teleskop lainnya di seluruh dunia. Hasilnya dimunculkan dalam edisi 7 Maret 2013 jurnal Nature.
Para astronom mensurvei skala alam semesta dengan terlebih dahulu mengukur jarak ke objek-objek dekat dan kemudian menggunakannya sebagai lilin standar[1] untuk mengidentifikasi jarak yang lebih jauh dan lebih jauh hingga ke dalam kosmos. Namun rantai pengukuran ini hanya seakurat link yang paling lemah. Hingga kini, menemukan jarak yang akurat ke Large Magellanic Cloud (LMC), salah satu galaksi terdekat dengan Bima Sakti, terbukti sangat sulit. Mengingat bintang-bintang dalam galaksi itu berguna untuk memperbaiki skala jarak pada galaksi yang lebih jauh, maka pengukurannya sangatlah penting.
Namun pengamatan cermat terhadap kelas bintang ganda yang langka kini memungkinkan tim astronom mampu menyimpulkan nilai yang jauh lebih tepat untuk jarak LMC: 163 000 tahun cahaya.
“Saya sangat gembira, karena selama seratus tahun para astronom telah berupaya mengukur secara akurat jarak ke Large Magellanic Cloud, dan itu terbukti sangat sulit,” ujar Wolfgang Gieren dari Universidad de Concepción, Chile, salah satu pemimpin riset dalam tim, “Kini kami telah memecahkan masalah tersebut dengan memperlihatkan keakurasian hasil hingga 2%.”
Pengembangan dalam teknik pengukuran jarak ke Large Magellanic Cloud sekaligus menghasilkan jarak yang lebih baik bagi bintang-bintang variabel Cepheid[2]. Bintang pulsar yang terang benderang itu digunakan sebagai lilin standar untuk mengukur jarak ke galaksi yang lebih jauh, juga untuk menentukan tingkat ekspansi alam semesta – Konstan Hubble. Pada gilirannya ini merupakan dasar untuk mensurvei Semesta hingga ke galaksi paling jauh, sejauh yang mampu ditangkap dengan teleskop saat ini. Maka, jarak yang lebih akurat ke Large Magellanic Cloud dengan segera mengurangi ketidakakurasian dalam pengukuran jarak kosmologis baru-baru ini.
Para astronom menentukan jarak ke Large Magellanic Cloud dengan mengamati sepasang bintang langka, yang dikenal sebagai gerhana binari[3]. Karena saling mengorbit, kedua bintang itu sesekali melintas di depan satu sama lain. Saat lintasan itu terjadi, sebagaimana yang terlihat dari bumi, kecerahan total cahayanya menurun drastis, baik di saat salah satu bintangnya melintas di depan yang lain dan, pada kecerahan yang berbeda, saat bintang itu melintas di belakang[4].
Dengan melacak perubahan kecerahannya secara sangat hati-hati, dan juga mengukur kecepatan orbital kedua bintang, maka bisa dimungkinkan untuk menentukan seberapa besar ukuran bintang, massa-nya serta informasi lain terkait orbitnya. Saat data ini dikombinasikan dengan pengukuran cermat terhadap kecerahan total dan warna kedua bintang[5], maka hasil jarak yang sangat akurat bisa diperoleh.
Metode ini sudah pernah digunakan sebelumnya, namun dilakukan pada bintang-bintang yang panas. Bagaimanapun, asumsi-asumsi tertentu sudah terlanjur dibuat untuk hal ini dan jarak-jarak yang dihasilkan tidak seakurat yang diinginkan. Tapi kini, untuk pertama kalinya, delapan binari gerhana yang sangat langka, di mana kedua bintangnya merupakan bintang raksasa merah yang lebih dingin, telah berhasil teridentifikasi[6]. Bintang-bintang tersebut telah dipelajari dengan sangat teliti dan menghasilkan nilai jarak yang jauh lebih akurat — akurasi hingga sekitar 2%.
“ESO menyediakan kehandalan teleskop dan instrumen yang sempurna bagi pengamatan yang dibutuhkan dalam proyek ini: HARPS untuk kecepatan radial yang sangat akurat terhadap bintang-bintang yang relatif redup, serta SOFI untuk mengukur secara tepat seberapa terang bintang-bintang yang nampak dalam inframerah,” tambah Grzegorz Pietrzynski dari Universidad de Concepción, Chili, dan Observatorium Universitas Warsawa, Polandia, penulis utama dalam makalah di Nature.
“Kami tengah bekerja dalam meningkatkan metode kami lebih jauh dan berharap memiliki jarak LMC 1% segera dalam beberapa tahun ke depan. Ini memiliki konsekuensi pencapaian yang luas, tidak hanya bagi kosmologi, tapi juga bagi berbagai bidang astrofisika,” simpul Dariusz Graczyk, penulis kedua dalam makalah.

Minggu, 06 Oktober 2013
Posted by Unknown

Titik Tripel

Dalam termodinamika, titik tripel sebuah zat merupakan temperatur dan tekanan di mana ketiga-tiga fase (gas, cair, dan padat) zat tersebut berada dalam keadaan kesetimbangan termodinamika. Sebagai contoh, titik tripel raksa terdapat pada suhu −38,8344 °C dan tekanan 0,2 mPa.
Selain titik tripel antara zat padat, cair, dan gas, terdapat pula titik-titik tripel yang melibatkan lebih dari satu fase padat untuk zat yang memiliki banyak polimorf. Helium-4 merupakan contoh kasus khusus di mana titik tripelnya melibatkan dua fase cair yang berbeda (lihat pula titik lambda). Secara umum, sebuah sistem dengan kemungkinan jumlah fase p, terdapat {p\choose 3} = \frac{p(p-1)(p-2)}{6} titik tripel.
Titik tripel air digunakan untuk mendefinisikan Kelvin, satuan SI untuk temperatur termodinamika. Angka yang diberikan untuk temperatur titik tripel air adalah definisi eksak dan bukanlah hasil pengukuran. Titik tripel beberapa zat digunakan sebagai titik acuan pada skala temperatur internasional ITS-90, berkisar dari titik tripel hidrogen (13,8033 K) sampai dengan titik tripel air (273,16 K).




Kombinasi tunggal antara tekanan dan temperatur di mana aires, dan uap air dapat berada bersama-sama dalam keadaan kesetimbangan yang stabil adalah tepat 273,16 K (0,01 °C) dan tekanan parsial 611,73 pascal (sekitar 6,1173 milibar, 0,0060373057 atm). Pada titik tersebut, adalah mungkin untuk mengubah semua zat menjadi es, air, atau uap air hanya dengan membuat perubahan yang cukup kecil pada tekanan dan suhu sistem. Perlu diperhatikan bahwa, bahkan jika tekanan total sistem di atas 611,73 pascal, apabila tekanan uap air tetap 611,73 pascal, kita masih dapat membuat air berada dalam titik tripel.
Air memiliki diagram fase yang tidak wajar dan kompleks, walaupun hal ini tidak memengaruhi pembahasan titik tripelnya. Pada temperatur yang tinggi, penambahan tekanan akan menghasilkan zat cair terlebih dahulu, barulah kemudian zat padat. (Di atas 109 Pa bentuk kristal es yang terbentuk lebih padat daripada zat cair.) Pada temperatur yang rendah dan kompresi, fase cair menghilang, dan air akan langsung berubah dari gas menjadi padat.
Pada tekanan konstan di atas titik tripel, pemanasan es akan menyebabkannya berubah dari bentuk pada menjadi cair, kemudian gas (atau uap). Pada tekanan di bawah titik tripel (biasa terjadi pada luar angkasa), bentuk cair air tidak akan ada, sehingga ketika dipanaskan, es akan langsung menyublim menjadi gas.

Tabel titik tripel

Tabel di bawah ini berisi daftar titik-titik tripel untuk zat-zat yang umum.
ZatT (K)P (kPa*)
Asetilena192,4120
Amonia195,406,076
Argon83,8168,9
Butana134,67 × 10−4
Karbon (grafit)390010100
Karbon dioksida216,55517
Karbon monoksida68,1015,37
Kloroform175,430,870
Deuterium18,6317,1
Etana89,898 × 10−4
Etanol1504,3 × 10−7
Etilena104,00,12
Asam format281,402,2
Helium-4 (titik lambda)2,195,1
Heksafluoroetana173,0826,60
Hidrogen13,847,04
Hidrogen klorida158,9613,9
Iodin[3]386,6512,07
Isobutana113,551,9481 × 10−5
Raksa234,21,65 × 10−7
Metana90,6811,7
Neon24,5743,2
Nitrogen monoksida109,5021,92
Nitrogen63,1812,6
Dinitrogen oksida182,3487,85
Oksigen54,360,152
Paladium18253,5 × 10−3
Platinum20452,0 × 10−4
Sulfur dioksida197,691,67
Titanium19415,3 × 10−3
Uranium heksafluorida337,17151,7
Air273,160,61
Xenon161,381,5
Seng692,650,065
* Note: sebagai perbandingan, tekanan atmosfer adalah 101.5kPa
Jumat, 04 Oktober 2013
Posted by Unknown

UU ITE

Sebagia langkah awal blogging, saya akan memualinya dengan memposting tentang Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Seperti kita ketahui bahwa kemajuan zaman dibarengi dengan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi yang sangat pesat, hal itu menuntut penggunanya untuk terus mengupdate informasinya agar tidak disebut "ketinggalan zaman". Disamping itu semua kita juga harus berhati hati dalam penggunaanya, karena banyak sekali kejahatan yang bisa terjadi seperti penipuan, SARA, plagiat dsb. Maka untuk mencegah hal itu, Pemerintah mengeluarkan UU ITE no 11 Tahun 2008.

Untuk tahu lebih jelaskan saya menyediakan link bagi agan-agan yang tertarik membacanya demi kenyamanan dalam dunia maya. Link yang saya berikan mengharuskan mengdownload file dengan extensi .pdf sehingga disarankan memiliki software pembacanya.
Download
Kamis, 03 Oktober 2013
Posted by Unknown

Followers

100 Kata Waliyuddin

Popular Post

Diberdayakan oleh Blogger.

- Copyright © Physics Student's Blog -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -